Permasalahan gizi di Indonesia seperti halnya negara-negara berkembang lainnya di dunia merupakan permasalahan serius. Saat ini Indonesia mengalami masalah gizi ganda yang mencakup gizi kurang (undernourish) dan gizi berlebih (overnourish). Menurut data WHO tahun 2013, ada 17 % atau 98 juta anak usia di bawah 5 tahun (BALITA) di negara berkembang mengalami kekurangan berat badan (underweight). Asia Tenggara termasuk Indonesia terdapat 16 % anak usia di bawah 5 tahun mengalami kekurangan berat badan.
Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas tahun 2010), persentase BBLR (berat bayi lahir ringan) Indonesia sebesar 8,8 %, anak balita pendek sebesar 35,6 %, anak balita kurus sebesar 13,3 %, anak balita gizi kurang sebesar 17,9 %, dan anak balita gizilebih sebesar 12,2 %. Dengan demikian Indonesia mengalami masalah gizi ganda, satu sisi anak balita di Indonesia mengalami kekurangan gizi dan di sisi lain mengalami kelebihan gizi. Menurut Almatsier (2009) masalah gizi kurang diakibatkan oleh kemiskinan, kurangnya persediaan makanan, kurang baiknya kualitas lingkungan (sanitasi), adanya daerah miskin gizi, serta kurangnya pengetahuan tentang gizi, menu seimbang, dan kesehatan.
Masalah ini menimbulkan perhatian bagi Program Studi Pendidikan Geografi UIN Sultan Syarif Kasim Riau atau disingkat UIN Suska Riau. Dengan menggandeng Program Studi Ilmu Gizi, Program Studi Pendidikan Geografi UIN Suska melakukan pengabdian dengan tema 1000 Hari Pertama Kehidupan dan Optimalisasi Gizi. Kegiatan penyuluhan semula ditargetkan untuk menjangkau langsung Pasangan Usia Subur (PUS) di Kecamatan Tampan (Sekarang Kecamatan Tuah Madani dan Kecamatan Bina Madya) Kota Pekanbaru akan tetapi setelah berdiskusi dengan pengelola Balai Penyuluhan KB Madani, diputuskan untuk menghadirkan para Kader KB setiap kelurahan agar dapat menjangkau lebih luas karena Kader KB merupakan ujung tombak dari berbagai kegiatan kependudukan. Pengabdian ini menggunakan model Integrasi antara Sains dan Islam, di mana lima (5) orang pemateri memberikan pemaparan tentang 1000 Hari Pertama Kehidupan dari aspek geografis, demografis, biometrik, statisik, gizi dan penataan gizi, serta dari aspek Islam.
Narasumber pertama Hendra Saputra lebih menekankan kepada aspek geografis, demografis, dan biometris. Hendra Saputra yang merupakan tenaga pengajar di Program Studi Pendidikan Geografi menyampaikan beberapa poin penting tentang 1000 Hari Pertama Kehidupan diantaranya ; kondisi gizi di dunia, kondisi gizi di Indonesia, latar belakang mengapa 1000 HPK penting, konsep 1000 HPK, fase 1000 HPK, masalah gizi di Indonesia, perempuan dan 1000 HPK, serta kehamilan dan kandungan pada 1000 HPK.
Pada pemaparannya Hendra Saputra menyampaikan bahwa proporsi jumlah Balita pendek di seluruh region negara di Asia, Asia tenggara merupakan region dengan proporsi Balita pendek tertinggi kedua di Asia dengan proporsi 14,9 % dari seluruh Balita Pendek di Asia Selatan.
Asia Tenggara hanya lebih baik daripada Sementara jika data ini ditinjau lebih jauh posisi Indonesia diantara negara Asia Selatan dan Asia Tenggara berada di urutan ketiga dalam angka prevalensi Balita Pendek, dengan nilai prevalensi 38,4 artinya setiap 10 orang Balita terdapat kemungkinan 3-4 orang Balita di Indonesia yang pendek, angka ini hanya lebih baik daripada Timor Leste dan India.
Narasumber kedua Dr. Hj. Alfiah, M.Ag. lebih banyak menyoroti tentang pentingnya memahami dan mengetahui tentang kriteria memilih pasangan. Sebab menurutnya, dalam sudut pandang Islam 1000 HPK bukan hanya dimulai dari saat seorang perempuan hamil, akan tetapi sudah dimulai pengaruhnya dari sejak fase pra nikah.
Dr. Hj. Alfiah, M.Ag. menekankan poin-poin 1000 HPK dalam sudut pandang Islam seperti; pendidikan Pra Nikah, pendidikan Pra Natal dan Pos Natal, pendidikan karakter Pra Nikah, pendidikan Karakter Pra Natal, dan Pos Natal, tanggung jawab orang tua terhadap anak pada 1000 hari pertama kehidupan menurut Islam serta kesalahan-kesalahan orang tua pada pendidikan karakter anak.
Narasumber Novfitri Syuryadi, S.Gz., M.Si., dari Program Studi Ilmu Gizi menyampaikan bahwa 1000 HPK sebaiknya dipersiapkan sejak fase Hal ini disebabkan karena wanita usia subur yg mengalami malnutrition seperti Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia akan beresiko menjadi ibu hamil KEK atau anemia yang nantinya jika tidak juga mengalami perbaikan gizi akan berdampak pada janin dan bayi yg akan dilahirkan (BBLR / anemia / stunting ), dan berlanjut menjadi anak malnutrition dengan tingkat kesakitan dan kecerdasan lebih rendah, dan menjadi dewasa malnutrition dengan kualitas SDM rendah, serta menua menjadi lansia yang malnutrition.
Novfitri juga menyampaikan Janin dan bayi yg mengalami malnutrition akan beresiko lebih besar mengalami penyakit degeneratif. Poin-poin yang tidak kalah penting yang disampaikannya antara lain ; anak stunting rata-rata memiliki IQ 11 point lebih rendah, kerugian ekonomi akibat stunting pada tahun 2013 di Indonesia mencapai Rp 96 miliar-Rp 430 miliar, wanita usia subur / yang berencana hamil perlu menerapkan diet gizi seimbang sesuai dengan panduan Kemenkes RI dan mencapai status gizi normal (paling mudah dengan melihat lingkar lengan atas minimum 23 cm), dan Ibu hamil perlu mengonsumsi makanan lebih banyak, sekitar 2x porsi biasa untuk memenuhi kebutuhan ibu dan janin.
Narasumber keempat Yanti Emalia Diestisien, MPH lebih banyak menyoroti tentang penataan menu dan gizi untuk MPASI. Poin-poin penting yang harus diperhatikan dari penataan menu MPAS mencakup aspek : Frequency (frekuensi MPASI), Amount (jumlah takaran MPASI), Thickness (tekstur makanan MPASI), Variety (jenis), Active/responsive feeding, serta Higiene.
Pada penutupan kegiatan pengabdian ini, Penyuluh Lapangan Dinas Pengendalian Penduduk Kota Pekanbaru untuk Kecamatan Tampan menyatakan menyambut baik kegiatan ini dan berharap bisa terus bersinergi dengan UIN Suska Riau terutama dalam pelaksanaan dan pengembangan berbagai program. Sinergi antar perguruan tinggi terutama UIN Suska Riau dengan berbagai instansi pemerintahan seperti badan kependudukan ke depan diharapkan semakin meningkat. Berbagai kegiatan yang dapat disinergikan akan memberi hasil yang lebih optimal. Dinas Pengendalian Penduduk Kota Pekanbaru misalnya memiliki wilayah atau kampung binaan yang diberi nama Kampung Berkualitas (sebelumnya Kampung KB). Pembinaan bersama terhadap Kampung Berkualitas melalui lintas instansi diharapkan mampu memberikan dampak yang lebih signifikan.*